Ya, emang sih saya kaya ide miskin realisasi, sebenarnya pertanyaan mendasar adalah 'ide saya yang sangat susah direalisasikan atau emang anda yang gak mau merealisasikannya, pak, bu, pejabat terhormat?' Kadang sih saya merasa kuliah di jurusan sejarah, mau ngapain ya? Mau jadi dosen sejarah, kata fakultas sebelah sih, 'ngapain kamu jadi dosen? males ah kerja di pemerintahan.. ngapain kamu mau ada di birokrasi, gaji minim, gak bisa maju, mending wirausaha atau kerja di perusahaan swasta.'
Yah, kadang saya pingin protes, tapi memilih bungkam. Saya juga iri sama cerita orang itu kalau saudara-saudaranya sukses disana-sini atau minimal lah kuliahnya mentereng di fakultas yang ber'titel' mahal itu. Tapi kadang saya bingung juga sama mereka, keberhasilan mereka tuh dinilai dari uang-kah? saya gak naif, saya suka punya uang banyak, saya mau banget ditawari kerjaan dengan gaji banyak, apalagi perusahaan swasta, asing lagi. Tapi ya..kalau saya nanti bisa kerja disana sih, kalau nggak? Ya optimis boleh sih, tapi saya di doktrin untuk memikirkan bagaimana kalau saya gagal..ya salahkan bapak saya aja deh. Saya nggak pe-si-mis juga sih, kalau saya pesimis ya saya give up dari kemarin-kemarin.
Sebenarnya saya positif aja sih jadi mahasiswa sejarah yang pasti 'sumpah' dimata teman-teman saya 'apa banget'. 'Kamu itu tim belajar masa lalu, kalau kami belajar masa kini..' kata teman saya, oalah saya tau deh kenapa ya, gayus yang lulusan sekolah akuntansi mentereng itu korup, ya karena mereka gak belajar dari sejarah. Kalau mereka belajar dari sejarah, pasti mereka sadar kalau tindakan korup tuh tindakan kumpeni, kumpeni itu orang jahat. Coba para petinggi-petinggi negara belajar sejarah agak bener dikit deh, pasti mereka setidaknya belajar dari masa lalu gimana pejuang membangun negeri yang baru ini, memperjuangkan kemerdekaan, biar gak sibuk sendiri memikirkan idealisme partai mereka aja. Ujung-ujung bentrok ujung-ujung korup.
Saya tau kok pasti pemerintah lebih memikirkan gonjang-ganjing keuangan, indeks harga saham, kurs valuta asing, nilai tukar, masalah 'rekonstruksi' sejarah dan kebudayaan itu bisa aja dibilang, hmm, khayalan kali ya, gak realistis. Tapi kenapa anda tidak mencoba, kenapa anda mengatakan itu buang-buang dana, pak, bu, pejabat, kapan sih anda tau identitas diri anda kalau anda hanya berkutat dibalik neraca dan timbangan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar