a big deal for us
having a dream, in this small world we have to elaborate our dreams to
become bigger or you want to keep it steady as ever and become a looser,
life is your choice that you're living in. So, if you said a dreamer
are waste people you're definitely wrong, because we never waste our
time for dreaming, we just think about the way to make it comes true in
every single day, every single step we take. Tell me your dreams ;)
yah tidak bisa dipungkiri semua orang juga berpikir demikian, tapi i bet mimpi saya ini beda daripada yang lain, bedaaaa lah. Setiap orang memang boleh punya mimpi yang sama, tapi kontennya itu lho berbeda dan semangatnya sudah berbeda. Yang jelas saya susah menjelaskannya bagaimana, pokoknya beda aja. Jadi impian saya adalah kuliah di salah satu uni di Amerika, it must be ivy league, tapi sepertinya itu terlalu tinggi yah..tapi bolehlah saya bermimpi tentang Hardvard, dulu toh saya juga mimpi tentang UI, gak ada salahnya kan?
Maunya sih masuk Princeton atau yaah bisa masuk Cornell University, heehe. Jurusannya sih maunya Woman and Gender atau Southeast Asia Studies. Why? Alasannya? Hmm..Princeton deket sama rumahnya Albert Einstein di Jersey dan dulu Einstein pernah ngajar disana, jadi saya kepingin lihat sculpture-nya beliau dan merasakan zeitgeist-nya ala Einstein. Haha, terus kalau Cornell, hmm..apa yah, karena saya masuk jurusan sejarah, dan literature yang saya pake kebanyakan ditulis orang Cornell, dosen saya juga menyarankan saya belajar sejarah dengan 'liberal' di Cornell jangan di Leiden..hehe..Amin ya Allah, sekarang things i have to do is that belajar, bikin paper yang menarik dan berkualitas, dan fix my language problems. Bismillah saya bisa 'merayu' dosen luar untuk mempromosikan saya beasiswa S2..Amin Ya Allah..i do believe in what Mas Bondan said, 'Just fix your english, keep your GPA, get 550 toefl score, write a letter or e-mail to the uni which you choose, and they will grant your request..easy to study abroad, it depends on your will..'
Pernah nggak sih merasa menginginkan sesuatu tapi sukar diraih atau kita
merasa itu terlalu besar atau tinggi untuk diraih? Terkadang kita
terlalu pingin menyudahi atau terkena ucapan sekitar kita yang bilang
kita 'ngayal' lah atau 'gak realistis' lah, pada intinya sih segala
sesuatu gak ada yang gak mungkin--kecuali hal hal absurd yang emang
susah buat direalisasikan, itu udah beda cerita.
Saya pernah merasa demikian. Sering malah. Impian saya sih terlalu banyak, terlalu di 'obong-obongi' oleh api revolusi dalam jiwa saya yang siap meledak-ledak, jiwa muda yang seakan tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang dinamakan 'hal baru' sehingga saya selalu ikut-ikutan arus umum. Sebanarnya bukan maksud saya untuk menjadi follower, tapi untuk bisa memulai menjadi trendsetter saya harus melihat kecenderungan umum yang ada di dalam sekitar saya, kemudian saat mereka menemui titik jenuh seperti kata law of diminishing return-nya seseorang yang saya-lupa-namanya, barulah saya jadi agent of change yang memberikan suntikan inspirasi.
Well, ternyata nulis gak semudah merealisasikan, seperti kata Heather Sutherland dalam bukunya The Making of Bureaucratic Elite, 'teori boleh aja sih ada tapi kadang teori gak sejalan dengan praktek'. That's the way it is ya dalam hidup emang demikian, segala planning cantik pasti juga gak 'semirip-mirip' ama yang kita pingin banget laah. Tapi setidaknya ada bagian hidup saya yang saya suka, mimpi. Namanya juga mimpi, seminim-minimnya saya ingin mimpi saya jadi kenyataan. Syukur alhamdulillah, selama ini apa yang saya inginkan--yang berbau positif, minus polaroid instax idaman--sudah dapat saya capai. Ya, memang sih belum maksimal-maksimal banget yah, namanya juga masih melalui sebuah proses, mau hasil cepat? Ya pasti nanti hasilnya juga instant juga dan sifatnya temporary. No, i want those dreams long last in my life in my soul..
Kadang sedih, iri, greget ngeliat beberapa teman SMP yang udah go international ngenalin culture indonesia ke luar negeri. Ya meskipun cuma di Asia Tenggara sini tapi mereka udah keren banget bisa have their own very first passport, yang mereka buat atas usaha sendiri dan perjuangan sendiri, ikutan program exchange. Kadang miris mikirin saya sebagai salah satu mahasiswa universitas mentereng belum bikin terobosan satu pun exchange, yah minimal exploring negeri sendiri aja masih nol. Nol banget, do nothing and no progress.
Ah, yaudah sih daripada saya meratapi hidup yang miris the only and only yang harus saya lakukan adalah fix my ability in speaking more than one language..english will be my priority..yah belajar american english lah, atau afro-american dialects pasti keren, banyak mau. Bismillah saja meski gak belajar bahasa inggris dengan bener, nulisnya masih salah-salah grammar, pas tes toefl ada keajaiban sehingga bisa nyampai 550, Amin. Oke dari sekian banyak mimpi saya, yang saya mau banget dan banget--bukan mau aja--adalah..teng teng...
Saya pernah merasa demikian. Sering malah. Impian saya sih terlalu banyak, terlalu di 'obong-obongi' oleh api revolusi dalam jiwa saya yang siap meledak-ledak, jiwa muda yang seakan tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang dinamakan 'hal baru' sehingga saya selalu ikut-ikutan arus umum. Sebanarnya bukan maksud saya untuk menjadi follower, tapi untuk bisa memulai menjadi trendsetter saya harus melihat kecenderungan umum yang ada di dalam sekitar saya, kemudian saat mereka menemui titik jenuh seperti kata law of diminishing return-nya seseorang yang saya-lupa-namanya, barulah saya jadi agent of change yang memberikan suntikan inspirasi.
Well, ternyata nulis gak semudah merealisasikan, seperti kata Heather Sutherland dalam bukunya The Making of Bureaucratic Elite, 'teori boleh aja sih ada tapi kadang teori gak sejalan dengan praktek'. That's the way it is ya dalam hidup emang demikian, segala planning cantik pasti juga gak 'semirip-mirip' ama yang kita pingin banget laah. Tapi setidaknya ada bagian hidup saya yang saya suka, mimpi. Namanya juga mimpi, seminim-minimnya saya ingin mimpi saya jadi kenyataan. Syukur alhamdulillah, selama ini apa yang saya inginkan--yang berbau positif, minus polaroid instax idaman--sudah dapat saya capai. Ya, memang sih belum maksimal-maksimal banget yah, namanya juga masih melalui sebuah proses, mau hasil cepat? Ya pasti nanti hasilnya juga instant juga dan sifatnya temporary. No, i want those dreams long last in my life in my soul..
Kadang sedih, iri, greget ngeliat beberapa teman SMP yang udah go international ngenalin culture indonesia ke luar negeri. Ya meskipun cuma di Asia Tenggara sini tapi mereka udah keren banget bisa have their own very first passport, yang mereka buat atas usaha sendiri dan perjuangan sendiri, ikutan program exchange. Kadang miris mikirin saya sebagai salah satu mahasiswa universitas mentereng belum bikin terobosan satu pun exchange, yah minimal exploring negeri sendiri aja masih nol. Nol banget, do nothing and no progress.
Ah, yaudah sih daripada saya meratapi hidup yang miris the only and only yang harus saya lakukan adalah fix my ability in speaking more than one language..english will be my priority..yah belajar american english lah, atau afro-american dialects pasti keren, banyak mau. Bismillah saja meski gak belajar bahasa inggris dengan bener, nulisnya masih salah-salah grammar, pas tes toefl ada keajaiban sehingga bisa nyampai 550, Amin. Oke dari sekian banyak mimpi saya, yang saya mau banget dan banget--bukan mau aja--adalah..teng teng...
Study Abroad yeah!!
yah tidak bisa dipungkiri semua orang juga berpikir demikian, tapi i bet mimpi saya ini beda daripada yang lain, bedaaaa lah. Setiap orang memang boleh punya mimpi yang sama, tapi kontennya itu lho berbeda dan semangatnya sudah berbeda. Yang jelas saya susah menjelaskannya bagaimana, pokoknya beda aja. Jadi impian saya adalah kuliah di salah satu uni di Amerika, it must be ivy league, tapi sepertinya itu terlalu tinggi yah..tapi bolehlah saya bermimpi tentang Hardvard, dulu toh saya juga mimpi tentang UI, gak ada salahnya kan?
Maunya sih masuk Princeton atau yaah bisa masuk Cornell University, heehe. Jurusannya sih maunya Woman and Gender atau Southeast Asia Studies. Why? Alasannya? Hmm..Princeton deket sama rumahnya Albert Einstein di Jersey dan dulu Einstein pernah ngajar disana, jadi saya kepingin lihat sculpture-nya beliau dan merasakan zeitgeist-nya ala Einstein. Haha, terus kalau Cornell, hmm..apa yah, karena saya masuk jurusan sejarah, dan literature yang saya pake kebanyakan ditulis orang Cornell, dosen saya juga menyarankan saya belajar sejarah dengan 'liberal' di Cornell jangan di Leiden..hehe..Amin ya Allah, sekarang things i have to do is that belajar, bikin paper yang menarik dan berkualitas, dan fix my language problems. Bismillah saya bisa 'merayu' dosen luar untuk mempromosikan saya beasiswa S2..Amin Ya Allah..i do believe in what Mas Bondan said, 'Just fix your english, keep your GPA, get 550 toefl score, write a letter or e-mail to the uni which you choose, and they will grant your request..easy to study abroad, it depends on your will..'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar