Wah sekarang sudah berapa tahun saya ada di dunia? 19 ya? Wah saya tidak menyangka.. waktu rasanya cepat sekali ya, kenapa sih begitu cepat? Saya masih ingat sekali kenangan masa kecil yang seakan menyapa kembali--tidak ingin diduakan. Saya paham mengapa memoar itu menyeruak seakan ingin meneriakkan bahwa dia saja yang perlu diperhatikan. Memang apa saja sih sejumput kenangan bernilai mahal yang pernah saya lewati namun hampir terlupakan tergerus sang zaman? Saya ingin merangkai kembali ingatan itu dan kemudian saya satukan seperti hamparan puzzle yang haus untuk disusun atau sekumpulan mozaik yang ingin diselesaikan. Semua ini hanya untuk satu alasan, agar tak tergerus waktu, tak hilang oleh zaman.
Masih saya ingat wajah lucu kakak saya, dengan pipi bulatnya, bedak tebal yang ditaburkan di wajahnya yang polos, kemudian baju seragam TK warna kuning yang manis, rambut pendek tipis yang disisir klimis oleh Ibu saya. Sekarang dia siap berangkat, menunggu abang becak tetangga sebelah yang siap mengantarnya pergi ke TK yang berjarak dua kilometer dari rumah kami. Setiap hari saya melihat ibu saya mengurusnya, tidak kalah sering bapak saya malah yang menyiapkan segalanya. Di rumah kontrakkan yang nyaman ini keluarga kami hidup, meski waktu itu saya jarang makan oreo, tapi krupuk dengan harga lima puluh perak dan es dengan harga seratus perak sudah cukup mengganjal perut anak kecil seumuran kami yang suka sekali jajan.
Setiap perjumpaan, pastilah ada perpisahan. Setiap kehidupan, pastilah ada kematian. Hidup ini seakan-akan mempunyai siklusnya tersendiri. Hanya Tuhan yang tahu. Nenek saya meninggal. Sebuah pukulan, sebuah kenyataan. Tidak akan ada lagi malam sabtu yang indah bermain dragon atau columbus di Gadjah Mada Plaza, atau sekedar membeli Es Mony, Trakinaz, atau Kue bentuk binatang-binatang, atau es bon bon. Tidak ada lagi yang bakal membangunkan kami di hari minggu dinihari karena bakso Lek Thoyib datang, tidak ada lagi yang akan makan bakso hanya dengan daun kucai dan kuah tanpai diberi saus atau sambal. Tidak ada lagi yang akan memberikan sesuatu yang saya minta dalam sekejap. Segala sesuatunya telah berhenti bersama detak jantungnya. Berakhir, ya itulah namanya perpisahan.
Orang-orang datang dan pergi dalam kehidupan saya begitu saja, tanpa ucapan selamat tinggal tanpa pemberitahuan bahwa dia telah datang. Sama seperti yang dilakukan nahkoda di dalam kapal kami yang hampir karam sepeninggal almarhumah nenek saya. Sang Nahkoda menghilang entah kemana, tanpa kabar, seperti angin. Sepertinya dia tengah menemukan halauan baru untuk kapalnya berlabuh. Kehidupan ini menjadi semakin mencekik ketika kakak saya--si anak manis-- yang kini tengah berusia empat belas tahun berubah menjadi tak terkendali. Lingkungan membuatnya berubah, maklum anak laki-laki. Saya yang entah merasa biasa-biasa saja dengan hidup dan tidak ada yang pernah saya permasalahkan. Kecuali, kehidupan di rumah sangatlah tentram tanpa Sang Nahkoda pada akhirnya.
Sang Nahkoda kembali setelah melewati perjalanan jatuh bangunnya, yang saya tahu pandangan saya telah berubah, untuk apa ada dua nahkoda dalam kapal kami? Saya rasa, ibu saya telah mahir dalam hal navigasi dan ilmu nautika, sehingga tidak perlu lagi dia kembali, ibu saya cukup mengerti bagaimana membawa kapal ini terus dan terus berlayar selagi mampu, tanpa dia tentunya.
Oh, ibu, sungguh, apa yang selalu kupelajari dari dirimu adalah betapa besar hatimu, keikhlasanmu menjalani semua ini. Mungkin banyak diluar sana orang lain sepertimu tapi aku tidak bisa membayangkan orang itu ada disebelah saya, yang membesarkanku selama sembilan belas tahun ini dengan keringatnya, kasih sayangnya. Ibuku yang mengeluh dalam diamnya, ibuku yang menangis dalam sujudnya tiap malam, tapi kau tak pernah mau mengatakan bahwa kau menangis, Bu. Ibu, jangan bertambah tua ya, rambut ibu tidak boleh putih, ibu tidak boleh sakit, ibu harus tetep bisa jalan jauh, ibu tidak boleh langganan ke dokter ya karena sakit hanya untuk orang kaya bu, ibu harus liat saya tumbuh besar dan jadi tua, bahkan ibu harus melihat saya punya uban bagaimanapun caranya. Bahkan kalau boleh, biarkanlah saya yang menanggung rasa sakit yang ibu rasa. Biarlah saya menggantikan tahun-tahun yang ibu lewatkan untuk membesarkan saya, ibu, jangan bertambah tua ya? Ibu harus tetap seperti biasa.
Mother, how are you today? Here is a note from your daughter,
With me everything is ok
(Maywood-Mother How Are You Today)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar