Minggu, 31 Juli 2011

Now and Then

Kadang kita mendengar orang tua kita bilang 'Anak sekarang beda ya sama anak zaman dahulu'. Saat itu saya pasti langsung protes karena dunia semakin maju. Ternyata saat saya beranjak dewasa dan mencari jati diri lebih jauh lagi dan saya melihat anak-anak yang dulu seumuran saya, saya malah bilang hal yang sama seperti kata orang tua saya 'Anak sekarang beda ya sama anak zaman dahulu'. Perbedaan itu terlihat dari acara yang mereka tonton, dulu saya nonton acara musik yang menampilkan Trio Kwek-Kwek, Cindy Senora, Enno Lerian, Dea Ananda, Maisy dan artis cilik lainnya. Lagu-lagu yang saya dengar ya Pulau Bali, Hari Lebaran, Abang tukang becak yang jelas lagu-lagu anak-anak lah. Sekarang? Anak-anak lebih hafal lagu cinta karena dicekoki lagu-lagu cinta. Semakin lama tanyangan untuk anak-anak menipis, padahal, anak-anak zaman dahulu sungguh puas dengan tayangan anak yang ada pagi, siang, sore bahkan malam. Jadi ingat saya suka sekali nonton drama serial Ratu Malu dan Jendral Kancil. Sekarang? Yahh, sinetron yang penuh penyiksaan yang ada, kalau nggak yang khayal. Hmm,,memang benar, kita akan merasa kalau zaman dahulu beda dengan zaman sekarang.

Yang paling bikin saya ngakak adalah sewaktu saya dan kakak laki-laki saya nonton drama serial yang diangkat dari sebuah film. Lucunya, mengisahkan tentang drama percintaan anak SMP. Lama kelamaan saya dan kakak saya ngakak karena serialnya terlalu picisan, melebihi sinetron dewasa. Jadi lucu deh melihat anak kecil bicara cinta, jadi flashback zaman SMP dulu. Hehehe..

Mae: Boy, kamu beli dari mana layangannya? Kok bagus banget sih? (ngelihat layangan yang lagi dimainin si boy,. serius deh ada tulisannya Boy love Mae..err)

Boy: Aku bikin sendiri dooongg.. (Ngomongnya mesra ama lihat si Mae..errr, yang jadi Boy, ganteng juga...upsss)

Mae: Waa, kamu Boy...(tersipu)

Setting beralih pada ketiga sahabat Mae yang kesal karena Mae berubah pasca pacaran dengan si Boy. Mereka yang juga main layangan akhirnya punya niat jahat bikin senar layangan Boy putus. Setelah berusaha keras juga putus juga tuh tali.

Mae : Yah...yah..Boy, layangannya putuss..

Boy : (Muka panik yang berusaha tenang) Wahh, iya, hmmm, yaudah deh nggak apa-apa.

Mae : Tapi kan Boyy..sayang layangannya...

Temen-temen Mae : (Tiba-tiba nyeletuk) Tuh kan, layangannya putus, berarti kalian pada putus (mereka pada senyum. Happy banget deh.)

Mae : Boy..

Boy : Tenang aja. Lagian itu kan layangan yang putus. Kalau kita yang putus...errr...saya gak denger karena volume TV saya kecil bangeettt T_T... saya menyimpulkan si Boy ngomong ini -=>Kalau kita yang putus kamu bakal aku kejar...(gilaaa, ngomongnya penuh perasaan banget, menghayati...ehm, Boy jadi kelihatan kayak gentleman dah..hehe)

*Script Taken From Get Married The Series Eps 54 (If ain't wrong :p ), dengan perubahan pastinya...hehe.

Cuci Mata Aktor Hollywood

Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic

yep, although he isn't hollywood actor, yet he's one of model
who's worth to see. hehe, welcome Alex Watson, Emma Watson's brother.

Image and video hosting by TinyPic

Ehm, Sinetron

Saya tadi duduk di sebelah ibu saya sambil mengerjakan beberapa tugas OSPEK yang harus diselesaikan sebelum saya merantau ke luar kota. Kebetulan, ibu saya lagi nonton sinetron di salah satu TV swasta, ya, biasalah sinetron menjelang ramadhan. Saat itulah saya melihat adegan tokoh bernama Husna yang menangis pada tokoh --maaf tidak tahu namanya-- yang diperankan oleh Dude Harlino. Si Husna tadi tiba-tiba lari dengan muka pucat --saya nebak masalahnya ada di penyakit si Husna. Si Dude Harlino teriak-teriak tapi tidak bisa menghentikan Husna yang memutuskan pergi dari rumah. Husna ternyata pulang ke rumah kakaknya, kalau gak salah sih nih tokoh yang jadi Azam di Ketika Cinta Bertasbih --saat itulah saya sadar bahwa sinetronnya, meski beda judul, ada unsur lanjutan dari KCB. Saat Husna datang, dia disambut si Azam sama Anna Althafunnisa --maaf gak tau spellingnya. Nah, saat itulah Husna menceritakan problemnya. Ternyata si Husna banyak masalah, mertuanya menyuruh si tokoh yang diperankan oleh Dude Harlino untuk memilih antara Husna atau dirinya (mertuanya si Husna). Hal tersebut dikarenakan si Husna mengidap suatu penyakit..err,,,saya menyimpulkannya begitu.


Seperti sinetron ramadhan, si tokoh Anna memberikan wejangan. Dari situlah yang membuat saya trenyuh, membuat saya tahu sebuah jawaban yang masih saya ragukan. Tapi dengan jawaban yang keluar dari mulut tokoh Anna, saya jadi malu dan sadar. Tidak ada keraguan lagi, InsyaAllah.

Image and video hosting by TinyPic
"Tenang Husna, itulah tanda bahwa Allah cinta sama kamu. Oleh karena itu kamu diberi cobaan. Bukan karena apa, tapi menunjukkan bahwa Allah sangat cinta sama kamu Husna dan kamu harus bersabar",
(Anna Althafunnisa -Dari Sujud ke Sujud)

n.b: picture taken from here

Jumat, 29 Juli 2011

If I Were A Billionaire

I wanna be a billionaire so fricking bad
buy all of the things I never had
(Bruno Mars -Billionaire)

Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic


    World Gets too Heavy

    Image and video hosting by TinyPic

    Mungkin saya jahat saat saya menulis posting ini. Sedikit berprasangka sama Allah jadinya. Tapi, saya memandang semua ini dengan positif, sebuah perjalanan kecil saya dalam mencapai sebuah cita-cita dimana yang namanya perjalanan isn't as easy as you think before. Ngomong itu gampang, tapi realisasi selalu saja menjadi hambatan. But, never give up selalu jadi motto saya, sampai titik darah penghabisan saya akan berjuang.

    Saya tidak tahu harus kecewa atau bangga dengan universitas saya. Saya bangga awalnya dan dalam hati saya selalu mengatakan 'Jangan kecewakan aku kali ini, aku mohon, aku harus menunjukkan kepada orang tuaku'. Tapi saya belum menunjukkan apapun kecuali biaya, biaya dan biaya yang semakin lama semakin menggeronggoti dompet orang tua saya. Saya bukan orang kaya dan hanyalah orang pas-pasan yang menggantungkan seluruh hidup saya pada usaha jualan ibu saya yang bahkan tidak bisa dibilang selalu laku. Rasanya saya ingin protes, tapi kepada siapa? Ini salah saya yang telah memilih universitas itu. Saya yang harus tanggung jawab atas pilihan saya. Tapi, saat saya menanyakan pada diri saya sendiri, apakah salah saya memilih universitas yang saya inginkan?

    Iri. Diluar sana, banyak teman-teman saya yang bisa masuk universitas manapun tanpa memikirkan uang, yang bisa membayar namun belum bisa masuk universitas, dan sebagian besar yang berusaha berjuang, lari kesana kemari demi mendapatkan keringanan biaya pendidikan --sama seperti saya. Sesaat saya berpikir, apa gunanya bisa diterima di universitas mentereng sekalipun tapi tidak bisa bayar? Pemikiran bodoh saya yang saya hapus dan buang jauh dan saya berharap tidak akan kembali lagi membayangi saya. Itu hanyalah pemikiran primitif dari orang yang tidak mau maju. Benarkah? Tepatkah langkah saya untuk terus maju dengan biaya yang bahkan saya tidak bisa merealisasikan uangnya di tangan saya?

    Setiap hari hanya ocehan orang tua saya yang saya dengar. Ocehan karena ulah saya sendiri. Karena ke-egoisan saya memilih universitas tanpa pikir panjang. Saya selalu percaya dengan kata Pak Mendiknas, saya percaya kata pak presiden, saya percaya kata rektor tentang kemudahan biaya, tapi kenapa saya merasa kecewa sekarang? Saya merasa dibohongi, tapi saya tidak mau menyalahkan mereka. Ini salah saya, saya yang memilih jalur ini. Tapi, merekalah yang sebelumnya membuat saya yakin, tapi saya tidak mau menyalahkan mereka. Saya percaya pada semua orang di negara saya, tapi kenapa mereka selalu menyia-nyiakan kepercayaan saya?

    Bukannya saya mengeluh, saya percaya kenapa jalan ini sekarang saya lewati karena inilah yang harus saya hadapi. Saya yakin Allah menuntun saya pelan untuk menjadi kuat. Tapi bolehkan saya merasa lelah saat jalan yang saya ambil semakin berat dan tiada satupun yang mau meminjamkan tangannya untuk membantu saya berdiri?

    Keluarga..saya miris mendengar makna kata keluarga. Saat orang tua saya jatuh tak ada satupun keluarganya yang mau membantu. Takut direpotkan, takut berhutang, takut ini-itu. Padahal dalam Al-Quran jelas-jelas dikatakan bahwa yang dibantu utamakan saudara dekat. Tapi kenapa mereka takut direpotkan? Kami hanya minta bantuan saat benar-benar terdesak. Orang tua saya tidak berhutang banyak untuk biaya kuliah saya kepada mereka, hanya minta bantuan arah dan bimbingan. Itu saja. Orang tua saya rela menjaminkan sepeda motor satu-satunya untuk biaya saya kuliah. Orang tua saya setiap hari berpikir solusi tanpa merepotkan yang lainnya. Kakek sepupu saya hanya bisa membantu dengan doa, yang rasanya saat saya mendengar beliau berkata, doa itu cukup untuk saya terus melangkah dibandingkan uang yang berlimpah.

    Saat semuanya saya rasa berat hari ini saya ingin menyalahkan semua orang, semua orang yang membuat saya begini. Orang jahat yang merusak reputasi bapak saya sehingga beliau kehilangan pekerjaan, saudara ibu saya yang kurang pengertian, pihak universitas saya yang terlalu menunda, saudara saya yang enggan membantu takut uang mereka habis, saya sendiri yang memilih universitas bergengsi, orang tua saya yang memarahi saya dan semua orang yang ada di sekitar saya yang memandang saya 'wah' padahal tidak tahu kenyataannya. Rasanya saya ingin berteriak tapi apa salah mereka? Saya yang memulai dan saya yang harus mengakhiri, menyelesaikannya.

    Selama ini saya selalu tertawa, tapi itu bukan saya sebenarnya. Selama ini saya selalu berpura-pura. Saya terlihat menjadi pribadi yang ceria di depan mereka semua tapi saya ingin menyerah kali ini. Saya ingin menunjukkan beban berat yang harus saya pikul. Mungkin, masih berat beban orang tua saya dan masih banyak yang lainnya. Tapi, melihat teman saya yang lain mereka terlihat lebih tenang dari saya. Ya Allah, bolehkah saya iri pada mereka?