Mungkin beberapa teman sudah menganggap saya 'berubah'. It means bisa dalam dua hal, baik atau buruk, right? Tapi selama saya memandang itu dari perspektif saya sendiri, penilaian saya perubahan itu buruk. Kenapa?
Saya sungguh, sungguh dan sungguh bersyukur mewarisi beberapa sifat orang Jawa yang nrimo dan gampang ditindas, meski klemar-klemer tapi masih cakcek. Saya bangga kok dengan logat jawa saya meski saya kurang bisa berbahasa jawa secara bagus, jadi saya tidak mau ya dibilang sok jakarta saat teman saya tanya 'Fathim, itu artinya apa?' Sebagai informasi saja, saya tidak bisa bahasa jawa 'jawa tengahan' bahkan basa 'jawa timuran' saja saya belum mengerti dengan benar dan sering sekali salah tafsir. Sebagai contoh waktu SMA teman saya berkata saya itu 'njarak', saya kira itu berarti menjaga jarak ternyata artinya bukan demikian, teman saya terheran antara saya tidak tahu atau pura pura tidak tahu. Kenyataannya sih saya benar-benar tidak tahu dan merasa asing. Bahkan ibu saya saja pernah bilang, 'masa kamu nggak tau, nduk?', pada kenyataannya tidak dan saya tidak masalah toh identitas saya adalah orang Indonesia jadi saya berbahasa Indonesia adalah wajar--bukan sok. Tapi kadang nih, kadang banget, karena kebiasaan ngomong sama teman-teman yang mayoritas anak Jakarta--bahkan yang dari daerah Jawa berbahasa Jawa ngomong sama saya saja pake 'gue' 'elo'--saya jadi latah dan kalau ketemu teman sedaerah jadi berbahasa Indoenesia yang khas jakarta seperti tidak ada penekanan pada konsonan (dalam teori radio ini menghilangkan kesan 'medok', sangat penting sekali dan di Malang pun beberapa frekuensi radio menyarankan demikian).
Perlahan sifat jawa saya yang nrimo dan cenderung menyimpan semua di dalam ini menghilang. Saya lebih 'agak' vokal ke teman-teman saya. Saya menganggap ini blessing in disguise. Jadi saya hanya mencoba untuk 'berubah' terinspirasi dari sebuah film disney yang they're coming from detention class and soon become the real superstar. Yah, intinya saya gak mau ngartis di jurusan, gak mau sok eksis, gak mau haha hihi sama the it people, yang saya mau hanyalah saya di dengar dan memanfaatkan inti dari sebuah quote favorite saya 'All Men Are Created Free'. Hehe..
Saya merangkak pelan sih dari yang, hmm..susah untuk bisa mengatur dan menggunakan indirect rule akhirnya bisa menerapkan direct rule untuk menunjukkan kebebasan dan otoritas saya. Inilah mengapa saya sebut perubahan ini jahat. Saya jadi agak ambisius dengan ide saya, tidak mau ditentang, dan masa bodoh dengan perasaan orang lain--toh mereka bakalan mikirin saya? enggak juga kan?
Satu hal yang bikin saya agak nyelekit tapi sebuah pembenaran juga tentang apa yang sedang saya cari dalam hidup adalah perkataan teman saya. Perubahan saya ini, keberanian saya untuk bicara, jiwa pemberontak yang tumbuh untuk menentang mereka, mulai tumbuh semenjak saya merasakan penindasan itu beberapa bulan lalu. Bukan, tidak sepenuhnya penindasan. I worked -totally-- under pressure and it feels like i'm one of bullying victims tapi realitanya hanyalah keadaan yang membuat saya merasa dibuli dan sugesti membuat saya berpikir demikian. Teman saya mengatakan, 'kamu menjadi lebih 'berani' (baca:kasar) karena perlakuan teman-teman kamu sebelumnya, perasaan ditindas dari kejadian yang lalu membuat kamu tidak ingin lagi merasakan hal yang sama. Karena itu kamu jadi bertingkah laku sedemikian (baca: kasar)'
Apakah saya sebegitu tertekankah sehingga saya ingin bebas dan bertingkah sok berkuasa kepada yang lain?
Pertanyaan ini mengambang, biarlah waktu yang menjawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar