Halo buk, ini anak ibuk yang ada di perantauan. Mungkin ibuk masih mengaggap saya yang terbaik diantara yang lain, yang ibuk banggakan, yang ibuk percaya. Tapi waktu aja berubah buk, begitu juga manusia.
Ibuk selalu bilang meski saya ini agak cerewet dan manja tapi ibuk selalu percaya sama apa yang saya lakukan --meskipun saya dirantauan. Saya bangga jadi anak ibuk yang rajin sholat, saya bangga jadi anak ibuk yang bisa menyelami ambisi hidup meski agak tertatih sekarang. Ibuk selalu mengingatkan saya untuk baca Al-Quran, sholat dhuha dan tahajjud, puasa senin kamis, kata ibuk biar jalan saya lancar, biar saya sukses dunia akhirat, utamanya biar saya bersyukur. Kata ibuk kalau saya cuma belajar doang itu kurang lengkap, nanti Allah merasa diduakan, jadilah saya harus berdoa biar Allah senang karena saya masih ingat dan bersyukur--masih ingat ada kekuatan lain yang lebih besar disana.
Tapi saya sudah berubah buk, sholat tahajjud udah enggak karena ketiduran dan kebablasan bangun apalagi shalat dhuha buk. Alhamdulillahnya puasa senin-kamis masih jalan dan baca Quran-nya juga meski cuma seminggu dua kali jadinya. Saya sudah tidak ikutan acara mentoring agama di kampus. Saya pikir sih saya bisa cari jalan ke agama saya sendiri buk. Saya gak mau didoktrin dan dikelilingi orang yang lama-lama lebih munafik daripada orang yang meninggalkan agama mereka karena mereka masih belum yakin--bukan tidak percaya, lebih cenderung mereka mencari.
Dulu saya mungkin gak suka melihat teman yang pada islam KTP. Tapi mau gimana lagi ya buk, sekarang saya gak boleh gitu. Agama ya urusan pribadi dan Tuhan masing-masing. Di surat Al-Kafirun kan udah jelas kalau kita gak akan memaksakan agama ke orang lain kalau memang mereka punya pilihan mereka sendiri. Masa kata teman, saya sudah berubah jadi 'kiri'?
Saya sih gak peduli kanan atau kiri buk. Gak ada beda kan ya? Kalau kiri mengingatkan semua orang kepada komunis, berarti mereka harus sekolah dulu buk yang lama di akademi Tan Malaka yang bakal saya bentuk buk suatu saat nanti. Kenapa sih buk kadang kiri dianggap buruk? Padahal Allah nyiptakannya dua tangan kanan kiri dan bermanfaat juga, emang sih kiri buat yang jelek-jelek. Tapi bagaimana dengan orang yang diberi bakat istimewa kidal? Kan itu pemberian Allah buk, jadi dia harus bersyukur dan memanfatkan apa yang dia punya. Analogikan dengan pandangan kita buk, saat saya berpikir tingkah yang terlalu kanan membuat saya tidak menjadi 'diri saya sendiri', saya mencoba untuk berpikir 'kiri' atau bahasa lazimnya 'radikal', sosiologisnya keluar dari hukum-hukum umum atau penyimpangan.
Buk, saya sudah bukan anak ibuk sebelum ke jakarta, sebelum pemikirannya diubah dengan segala macam pemikiran yang ada dari segala kalangan. Saya sih buk menganut asas Pancasila 'ambil yang bagus, buang yang buruk'. Kadang klise ya buk saat para pejabat KPU bilang 'jangan golput yaa...' padahal pancasila juga golput buk, meski bilang ideologi pancasila, sebenarnya pancasila tuh ada diantara dua ideologi besar sebenarnya...Jadi salah juga sih kalau bilang orang yang blend both hitam dan putih alias jadi kubu abu-abu adalah orang yang gak berpendirian. Pada dasarnya sih mereka hanya mengamalkan prinsip local genius buk, alias cerlang budaya, atau pandai-pandainya aja seseorang untuk menyerap yang baik atau buruk dan mengolahnya.
Tuh kan buk, pikiran saya sudah berubah jadi aneh, saya pernah bilang pas pelajaran ekonomi kelas dua SMA, 'saya bakal menghancurkan perekonomian Indonesia dengan pikiran saya'. Saya sedih buk karena pemikiran saya selalu menyimpang dari pikiran umum. Tapi sekarang saya tidak sedih, kadang pemikiran berbeda itulah yang sebenarnya dibutuhkan dalam sebuah perubahan.
Ibuk, jangan khawatir kok buk, saya tahu dimana saya berpijak dan apa yang harus saya lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar