Minggu, 09 Oktober 2011

Why Should We Say If?

Teman saya Amel pernah menulis status. Status yang pernah menjadi pertanyaan tersendiri buat saya.

Image and video hosting by TinyPic
kenalin nih dosen -- imajiner -- gue. :)

----------------------------------------------------------------------------
Amel's

Hmm..seneng deh kalau misalnya ada teman tanya begini :

Teman : Mel, lo kuliah dimana?
Gue : Ilmu Sejarah UI
Teman : Oh..Siapa dosen lo?
Gue : Soe Hok Gie..
Teman : Demi apa?
Gue : Serius dosen gue soe hok gie...
Teman : ( Shock )

----------------------------------------------------------------------------

Itu sepintas khayalan teman saya. Saya juga berpikir demikian. Soe Hok Gie, kalau beliau masih ada beliau bisa jadi dosen kami -- mungkin sih.. Tapi yang membuat saya yakin adalah pasti beliau jadi dosen kami. Saya jadi teringat percakapan dengan teman saya di Kereta Ekonomi menuju Cikini satu minggu lalu...

Teman saya : Hmm...Soe Hok Gie kalau masih idup pasti jadi mentri deh..
saya : Why should? Kenapa mentri?
Teman saya : Soalnya temen deket Soe Hok Gie pada jadi mentri
saya : Lho kok gitu?
Teman saya : ya iyalah. Soe Hok Gie pasti duduk satu ruang sama teman-temannya. andai ya dia masih idup, bangga deh due punya senior kayak Soe Hok Gie..
saya : (hanya manggut-manggut setuju)

deep inside my heart i would say..Soe Hok Gie gak bakal jadi mentri, gak bakal duduk di pemerintahan. Soe Hok Gie bakal jadi dosen saya yang nyentrik dan menyenangkan. Soe Hok Gie bakal ngajarin kami aksi yang berisi yang nggak cuma koar-koar. Soe Hok Gie dengan idealismenya yang merelakan kursi mentri demi kehidupan yang sejahtera. Soe Hok Gie, seorang cina yang akan mengajarkan pada kami -- seorang Indonesia -- mana nasionalisme yang sesungguhnya. Itulah Soe Hok Gie...senior kami, yang saya harap bisa jadi dosen saya, guru besar kami semua.. :)

n.b. : picture

Tidak ada komentar:

Posting Komentar