Kamis, 05 Juli 2012

Yang Saya Tahu Tentang Menulis

eh, lo suka nulis novel katanya? novel teenlit ya? yang cinta-cintaan gitu? haha..
Image and video hosting by TinyPic
Kadang saya kurang mengerti kenapa semua orang di dunia ini yang mengaku diri mereka realistis sangat tegas menghina penulis novel berekor 'lit' macam teenlit, chicklit, pelit, dll. Rata-rata sih yang banyak dikecam adalah penulis dengan label 'teenlit' karena dianggap picisan lah atau ngayal lah. Saya tidak men-judge pihak-pihak tertentu tapi bahkan seseorang tokoh pernah menghina seorang penulis novel teenlit dan mengatakan bahwa novel teenlit adalah novel 'junk food'. 

Bahkan Ayah saya saja sering bilang kalau saya baca teenlit pikiran saya gak akan maju karena saya akan terlena dengan kehidupan yang 'ngayal'. Awalnya saya sih suka sekali baca teenlit dimana koleksi pertama saya sudah saya mulai sejak trend teenlit dimulai sekitar tahun 2006 lalu dan novel yang saya beli adalah 'Dealova'--novel bestseller pada masa itu. Perlahan saat saya udah jadi dewasa seumur sekarang saya sadar apa yang dimaksud Ayah saya. Novel teenlit itu picisan, kadang saat saya membuka kembali novel-novel lama yang saya miliki saya jadi ingin ketawa sendiri membaca alur yang tidak ditebak dan pasti ceritanya rata-rata memiliki kisah yang serupa, hanya kemasannya saja yang terlihat berbeda.

Saya yang pecinta teenlit mulai pindah halauan dan membaca novel yang berbobot seperti novel-novel sastra atau sejarah. Tapi keaneha mulai terjadi dalam hidup saya. Salah satunya adalah saya kurang peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungan saya. Misalnya, saya jadi susah memahami masalah teman-teman saya seperti masalah persahabatan atau percintaan. Sungguh aneh sekali. Suatu kali teman saya memberikan sebuah novel teenlit yang katanya bagus dan meraih juara dalam suatu kontes. Saya membacanya dalam waktu singkat. Dari situ saya merasa ada sebuah keajaiban yang tidak pernah saya dapatkan saat saya membaca novel 'berbobot'. Apa yang saya dapatkan adalah kisah yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari yang dirangkum dengan bahasa yang mudah dan benar-benar menggambarkan apa adanya tanpa kalimat-kalimat sastra yang berat tapi mengena. Saya saja membaca novel sastra meski syarat akan nilai hidup, butuh waktu yang sangat lama untuk mencernanya.

Penulis, menulis, dan tulisan. Yang saya tahu adalah seorang penulis akan menghasilkan sebuah karya. Karya apapun itu tetaplah sebuah karya. Yang membedakan antara seorang penulis satu dan lainnya adalah sudut pandang dan kemampuan mereka. Terkadang sangat sulit bagi orang yang baku menulis novel roman picisan atau bagi penulis novel ringan membubuhi novel mereka dengan kalimat sastra yang indah. Kedudukan semua penulis sama yang membedakan hanyalah produktivitas mereka dalam menulis. Menulis apapun, entah buku diary atau surat cinta menurut saya tetap bisa dikatakan sebuah kegiatan yang menghasilkan karya. Tak semua orang bisa menulis, jadi saya tidak suka orang yang men-judge penulis novel atau tulisan curhatan atau picisan merupakan sebuah sampah atau hal yang memalukan. Saya yakin, bahkan yang menghina seperti itu adalah orang yang belum tentu mampu menghasilkan karya yang sama atau bahkan belum berkarya tapi berani men-judge--sungguh tipikal masyarakat kita.

(terinspirasi oleh celetukkan senior saya di suatu siang yang mendung)
p.s.: pic1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar