Minggu, 31 Juli 2011

Now and Then

Kadang kita mendengar orang tua kita bilang 'Anak sekarang beda ya sama anak zaman dahulu'. Saat itu saya pasti langsung protes karena dunia semakin maju. Ternyata saat saya beranjak dewasa dan mencari jati diri lebih jauh lagi dan saya melihat anak-anak yang dulu seumuran saya, saya malah bilang hal yang sama seperti kata orang tua saya 'Anak sekarang beda ya sama anak zaman dahulu'. Perbedaan itu terlihat dari acara yang mereka tonton, dulu saya nonton acara musik yang menampilkan Trio Kwek-Kwek, Cindy Senora, Enno Lerian, Dea Ananda, Maisy dan artis cilik lainnya. Lagu-lagu yang saya dengar ya Pulau Bali, Hari Lebaran, Abang tukang becak yang jelas lagu-lagu anak-anak lah. Sekarang? Anak-anak lebih hafal lagu cinta karena dicekoki lagu-lagu cinta. Semakin lama tanyangan untuk anak-anak menipis, padahal, anak-anak zaman dahulu sungguh puas dengan tayangan anak yang ada pagi, siang, sore bahkan malam. Jadi ingat saya suka sekali nonton drama serial Ratu Malu dan Jendral Kancil. Sekarang? Yahh, sinetron yang penuh penyiksaan yang ada, kalau nggak yang khayal. Hmm,,memang benar, kita akan merasa kalau zaman dahulu beda dengan zaman sekarang.

Yang paling bikin saya ngakak adalah sewaktu saya dan kakak laki-laki saya nonton drama serial yang diangkat dari sebuah film. Lucunya, mengisahkan tentang drama percintaan anak SMP. Lama kelamaan saya dan kakak saya ngakak karena serialnya terlalu picisan, melebihi sinetron dewasa. Jadi lucu deh melihat anak kecil bicara cinta, jadi flashback zaman SMP dulu. Hehehe..

Mae: Boy, kamu beli dari mana layangannya? Kok bagus banget sih? (ngelihat layangan yang lagi dimainin si boy,. serius deh ada tulisannya Boy love Mae..err)

Boy: Aku bikin sendiri dooongg.. (Ngomongnya mesra ama lihat si Mae..errr, yang jadi Boy, ganteng juga...upsss)

Mae: Waa, kamu Boy...(tersipu)

Setting beralih pada ketiga sahabat Mae yang kesal karena Mae berubah pasca pacaran dengan si Boy. Mereka yang juga main layangan akhirnya punya niat jahat bikin senar layangan Boy putus. Setelah berusaha keras juga putus juga tuh tali.

Mae : Yah...yah..Boy, layangannya putuss..

Boy : (Muka panik yang berusaha tenang) Wahh, iya, hmmm, yaudah deh nggak apa-apa.

Mae : Tapi kan Boyy..sayang layangannya...

Temen-temen Mae : (Tiba-tiba nyeletuk) Tuh kan, layangannya putus, berarti kalian pada putus (mereka pada senyum. Happy banget deh.)

Mae : Boy..

Boy : Tenang aja. Lagian itu kan layangan yang putus. Kalau kita yang putus...errr...saya gak denger karena volume TV saya kecil bangeettt T_T... saya menyimpulkan si Boy ngomong ini -=>Kalau kita yang putus kamu bakal aku kejar...(gilaaa, ngomongnya penuh perasaan banget, menghayati...ehm, Boy jadi kelihatan kayak gentleman dah..hehe)

*Script Taken From Get Married The Series Eps 54 (If ain't wrong :p ), dengan perubahan pastinya...hehe.

Cuci Mata Aktor Hollywood

Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic

yep, although he isn't hollywood actor, yet he's one of model
who's worth to see. hehe, welcome Alex Watson, Emma Watson's brother.

Image and video hosting by TinyPic

Ehm, Sinetron

Saya tadi duduk di sebelah ibu saya sambil mengerjakan beberapa tugas OSPEK yang harus diselesaikan sebelum saya merantau ke luar kota. Kebetulan, ibu saya lagi nonton sinetron di salah satu TV swasta, ya, biasalah sinetron menjelang ramadhan. Saat itulah saya melihat adegan tokoh bernama Husna yang menangis pada tokoh --maaf tidak tahu namanya-- yang diperankan oleh Dude Harlino. Si Husna tadi tiba-tiba lari dengan muka pucat --saya nebak masalahnya ada di penyakit si Husna. Si Dude Harlino teriak-teriak tapi tidak bisa menghentikan Husna yang memutuskan pergi dari rumah. Husna ternyata pulang ke rumah kakaknya, kalau gak salah sih nih tokoh yang jadi Azam di Ketika Cinta Bertasbih --saat itulah saya sadar bahwa sinetronnya, meski beda judul, ada unsur lanjutan dari KCB. Saat Husna datang, dia disambut si Azam sama Anna Althafunnisa --maaf gak tau spellingnya. Nah, saat itulah Husna menceritakan problemnya. Ternyata si Husna banyak masalah, mertuanya menyuruh si tokoh yang diperankan oleh Dude Harlino untuk memilih antara Husna atau dirinya (mertuanya si Husna). Hal tersebut dikarenakan si Husna mengidap suatu penyakit..err,,,saya menyimpulkannya begitu.


Seperti sinetron ramadhan, si tokoh Anna memberikan wejangan. Dari situlah yang membuat saya trenyuh, membuat saya tahu sebuah jawaban yang masih saya ragukan. Tapi dengan jawaban yang keluar dari mulut tokoh Anna, saya jadi malu dan sadar. Tidak ada keraguan lagi, InsyaAllah.

Image and video hosting by TinyPic
"Tenang Husna, itulah tanda bahwa Allah cinta sama kamu. Oleh karena itu kamu diberi cobaan. Bukan karena apa, tapi menunjukkan bahwa Allah sangat cinta sama kamu Husna dan kamu harus bersabar",
(Anna Althafunnisa -Dari Sujud ke Sujud)

n.b: picture taken from here

Jumat, 29 Juli 2011

If I Were A Billionaire

I wanna be a billionaire so fricking bad
buy all of the things I never had
(Bruno Mars -Billionaire)

Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic


    World Gets too Heavy

    Image and video hosting by TinyPic

    Mungkin saya jahat saat saya menulis posting ini. Sedikit berprasangka sama Allah jadinya. Tapi, saya memandang semua ini dengan positif, sebuah perjalanan kecil saya dalam mencapai sebuah cita-cita dimana yang namanya perjalanan isn't as easy as you think before. Ngomong itu gampang, tapi realisasi selalu saja menjadi hambatan. But, never give up selalu jadi motto saya, sampai titik darah penghabisan saya akan berjuang.

    Saya tidak tahu harus kecewa atau bangga dengan universitas saya. Saya bangga awalnya dan dalam hati saya selalu mengatakan 'Jangan kecewakan aku kali ini, aku mohon, aku harus menunjukkan kepada orang tuaku'. Tapi saya belum menunjukkan apapun kecuali biaya, biaya dan biaya yang semakin lama semakin menggeronggoti dompet orang tua saya. Saya bukan orang kaya dan hanyalah orang pas-pasan yang menggantungkan seluruh hidup saya pada usaha jualan ibu saya yang bahkan tidak bisa dibilang selalu laku. Rasanya saya ingin protes, tapi kepada siapa? Ini salah saya yang telah memilih universitas itu. Saya yang harus tanggung jawab atas pilihan saya. Tapi, saat saya menanyakan pada diri saya sendiri, apakah salah saya memilih universitas yang saya inginkan?

    Iri. Diluar sana, banyak teman-teman saya yang bisa masuk universitas manapun tanpa memikirkan uang, yang bisa membayar namun belum bisa masuk universitas, dan sebagian besar yang berusaha berjuang, lari kesana kemari demi mendapatkan keringanan biaya pendidikan --sama seperti saya. Sesaat saya berpikir, apa gunanya bisa diterima di universitas mentereng sekalipun tapi tidak bisa bayar? Pemikiran bodoh saya yang saya hapus dan buang jauh dan saya berharap tidak akan kembali lagi membayangi saya. Itu hanyalah pemikiran primitif dari orang yang tidak mau maju. Benarkah? Tepatkah langkah saya untuk terus maju dengan biaya yang bahkan saya tidak bisa merealisasikan uangnya di tangan saya?

    Setiap hari hanya ocehan orang tua saya yang saya dengar. Ocehan karena ulah saya sendiri. Karena ke-egoisan saya memilih universitas tanpa pikir panjang. Saya selalu percaya dengan kata Pak Mendiknas, saya percaya kata pak presiden, saya percaya kata rektor tentang kemudahan biaya, tapi kenapa saya merasa kecewa sekarang? Saya merasa dibohongi, tapi saya tidak mau menyalahkan mereka. Ini salah saya, saya yang memilih jalur ini. Tapi, merekalah yang sebelumnya membuat saya yakin, tapi saya tidak mau menyalahkan mereka. Saya percaya pada semua orang di negara saya, tapi kenapa mereka selalu menyia-nyiakan kepercayaan saya?

    Bukannya saya mengeluh, saya percaya kenapa jalan ini sekarang saya lewati karena inilah yang harus saya hadapi. Saya yakin Allah menuntun saya pelan untuk menjadi kuat. Tapi bolehkan saya merasa lelah saat jalan yang saya ambil semakin berat dan tiada satupun yang mau meminjamkan tangannya untuk membantu saya berdiri?

    Keluarga..saya miris mendengar makna kata keluarga. Saat orang tua saya jatuh tak ada satupun keluarganya yang mau membantu. Takut direpotkan, takut berhutang, takut ini-itu. Padahal dalam Al-Quran jelas-jelas dikatakan bahwa yang dibantu utamakan saudara dekat. Tapi kenapa mereka takut direpotkan? Kami hanya minta bantuan saat benar-benar terdesak. Orang tua saya tidak berhutang banyak untuk biaya kuliah saya kepada mereka, hanya minta bantuan arah dan bimbingan. Itu saja. Orang tua saya rela menjaminkan sepeda motor satu-satunya untuk biaya saya kuliah. Orang tua saya setiap hari berpikir solusi tanpa merepotkan yang lainnya. Kakek sepupu saya hanya bisa membantu dengan doa, yang rasanya saat saya mendengar beliau berkata, doa itu cukup untuk saya terus melangkah dibandingkan uang yang berlimpah.

    Saat semuanya saya rasa berat hari ini saya ingin menyalahkan semua orang, semua orang yang membuat saya begini. Orang jahat yang merusak reputasi bapak saya sehingga beliau kehilangan pekerjaan, saudara ibu saya yang kurang pengertian, pihak universitas saya yang terlalu menunda, saudara saya yang enggan membantu takut uang mereka habis, saya sendiri yang memilih universitas bergengsi, orang tua saya yang memarahi saya dan semua orang yang ada di sekitar saya yang memandang saya 'wah' padahal tidak tahu kenyataannya. Rasanya saya ingin berteriak tapi apa salah mereka? Saya yang memulai dan saya yang harus mengakhiri, menyelesaikannya.

    Selama ini saya selalu tertawa, tapi itu bukan saya sebenarnya. Selama ini saya selalu berpura-pura. Saya terlihat menjadi pribadi yang ceria di depan mereka semua tapi saya ingin menyerah kali ini. Saya ingin menunjukkan beban berat yang harus saya pikul. Mungkin, masih berat beban orang tua saya dan masih banyak yang lainnya. Tapi, melihat teman saya yang lain mereka terlihat lebih tenang dari saya. Ya Allah, bolehkah saya iri pada mereka?

    Minggu, 24 Juli 2011

    Syndrome : 'Something Ringing a Bell'

    Image and video hosting by TinyPic

    Hari ini saya jalan-jalan bersama kakak perempuan -- singkatnya saya panggil Mbak -- berkeliling kota sambil mencari keperluan untuk kuliah saya nanti. Setelah berputar-putar Ramayana, Carefour, dan toko-toko lainnya kami memutuskan untuk makan di salah satu resto fast food tenar, apalagi kalau bukan McD. Saking saya pingin makan nasi, saya pesan paket panas medium, dan Mbak saya pesan paket panas regular. Si mas-mas yang melayani sudah mengetik pesanan kami dan melafalkan harganya dan tidak lama kemudian makanan pesanan sudah ditata di nampan. Dilihat dari sisi manapun kami tidak bisa membedakan bedanya panas medium dan regular. Sampai akhirnya mbak saya nyeletuk. 'Ehm, bedanya dimana nih?' Saya juga masih tidak tahu. Kebodohan terbesar yang saya lakukan adalah tidak sadar bahwa soft drink-nya beda. Hehe, dengan jawaban yang saya sudah tau tapi telat sekali sadarnya, si masnya berkata, 'Di ukuran minumannya Mbak, kalau yang medium yang besar, regular yang kecil'. Saya dan Mbak saya hanya menggumamkan 'oo' sambil mengangguk-angguk paham.

    Masalahnya bukan soft drink atau medium atau regular, tapi sesudahnya. Kami akhirnya menenteng nampan ke tempat saus. Nah, saat itulah mata saya terpaku pada sosok yang sedang tersenyum sambil membawa SLR-nya. Dengan wajah putih, pipi yang memerah, rambut pendek dengan bagian depan agak menjambul yang mampu membuat saya diam. Kakak kelas saya. Itu kakak kelas saya. Saya melongo masih mencoba meyakinkan diri itu memang dia apa bukan. Langsung saja saya ngeloyor ke tempat duduk stratergis yang paling pas untuk melihat kakak kelas saya itu. Wah ternyata benar, itu kakak kelas saya yang pernah di fans ama sahabat saya -- ama saya juga sih. Dengan sigap saya ambil HP dan ngetik sms buat sahabat saya sambil terus melihat kakak kelas yang sedang asyik ngobrol dan tetep..pegang-pegang SLR-nya. (Tapi, entah kenapa sampai sekarang sms-nya masih ada di draft, mungkin gara-gara tadi saya lupa ngelanjutin ngetik dan malah kepencet cancel).

    Masih terus saya perhatikan kakak kelas saya itu. Hmm,,pas zaman SMP dulu sih saya bilang ke sahabat saya dia mirip pemeran Dira di Dealova. Nah, sahabat saya bilangnya dia mirip Ramon di iklannya Cornello apa Cornetto. Akhirnya kami tetap aja ngefans tanpa pandang mirip siapa, yang jelas kakak kelas saya itu keren lah. Malahan zaman dulu pas SMP sepertinya saya beruntung banget. Ternyata jalur angkutan umum kami sama. Jadilah saya setiap pagi berangkat pada waktu yang sudah saya yakini pasti ada kakak kelas saya itu dan taraaaa.. saya selalu bareng kakak kelas saya. Hehe, tentunya ini nilai plus buat pamer ke sahabat saya.

    Nah, pas saya memperhatikan kakak kelas saya sambil makan paha ayam, eh, kakak kelasnya noleh ke arah saya. Dengan sigap saya mengalihkan pandangan ke arah LCD TV yang kebetulan menayangkan acara Master Chef. Dari sudut mata saya (mencoba ngelirik) kakak kelas saya melihat ke arah saya, tapi saya langsung refleks waktu itu dan (sepertinya) dia terlihat mengikuti arah pandang saya yang langsung liat LCD TV (apa saya yang GR ya?). Setelah yakin kakaknya gak liat kearah saya, giliran saya liat kakaknya. Tepat dan benar, kakaknya sedang memperhatikan acara Master Chef, padahal tadi dia ngoceh sama temannya sambil pamer SLR.

    Mbak saya dari tadi ngoceh segala macam tapi saya malah lirik-lirik ke kakak kelas saya. Hehe. Sebenarnya sih saya ingin memastikan saja itu benar dia apa bukan. Saya mencoba lagi meliuk-liukkan badan, mencoba terlihat normal ke arah kakak kelas saya. Nihil. Tetap saja mata minus saya tidak bisa diajak kompromi buat melihat jauh apalagi di tempat duduk sebelah saya tas milik ibu-ibu menghalangi pandangan. Setelah saya lihat sampai hampir miring-miring dari tempat duduk dan dilihatin teman yang duduk di sebelahnya kakak kelas saya itu barulah saya sadar apa yang saya lakukan sedari tadi hanyalah sia-sia. Yah, ternyata itu bukan kakak kelas saya. Cuma sekadar 'kayaknya pernah liat deh...' dan syndrome pingin lihat kakak kelas saya yang udah lama nggak pernah saya lihat (Ehm, sebenarnya pingin pamer juga ke sahabat saya kalau saya lagi lihat kakak kelas idola). Dengan agak lemas karena sudah miring kesana-kesini saya lanjutan makan dan menandaskan paha ayam di depan saya.

    p.s: kalau anak zaman sekarang pasti bakalan nulis pager galau di tengah cerita-cerita mereka (#Galau). Padahal, ampun deh, saya gak tau maksudnya, kenapa orang sekarang -- utamanya twitterers -- suka pake #Galau. Ckckc...

    Minggu, 17 Juli 2011

    Alhamdulillah, Turning 18 :)

    Image and video hosting by TinyPic

    Alhamdulillah i could say happy birthday to my self yesterday after received message from my bestfriend. She was the very first person say 'Happy Birthday'. Then, i received message from my classmate at junior high school, Lucy, who celebrated her 18th birthday too. Then, i got a message from tikka, my classmate at senior high and she gave me wisdom wishes. Hihi, Alhamdulillah ya Allah. I hope getting older, i can be a better person, continuously worship without leaving my duty as khalifah, being a shalihah girl for my parents and awesome citizen for my country and nation. Now, i'm ready facing the world in front of me. Bismillah. :)

    Truly Disgusting!

    Image and video hosting by TinyPic

    I hate a people who called me with 'alay' words. I do don't like and i wanna erase him/her from my sight. Have you ever imagined that someone-you-dont-know called you with 'alay' words and it refers to your appearance? Or maybe in my-friends-word seems like 'panggilan sayang'. Ugghhh, thats truly disgusting and i hate that people. Maybe i'm a mean person, but actually i do like people who called me with my name and don't try to call me with 'alay' word which there's no relation with my name.

    Kamis, 14 Juli 2011

    Seperti Masa-Masa SMA

    "Bagaimana kita setelah SMA nanti? Bagaimana kita sepuluh, lima belas, atau dua puluh tahun nanti?"


    Gadis remaja itu terlihat senang menari-nari di tengah hujan ditemani payung warna pink dan mantel putih transparan miliknya. Rambutnya yang dikuncir kuda terlihat berayun-ayun kesana-kemari, menunjukkan keindahan rambutnya yang pekat. Senyumnya mengembang, tanpa beban, mengalun lembut dengan percikan hujan dan suara cipratan air dari sepatunya.

    "Grinda ngapain sih hujan-hujanan?" tanya Dania teman sekelasnya sekaligus sahabatnya. Grinda menoleh dan tersenyum lebar.

    "Asyik lhoo, coba pikir deh, kapan terakhir kali kamu hujan-hujanan kayak ginii?!" tantang Grinda. Dania tersenyum sambil mengingat-ingat. Saat dia berumur tujuh. Sudah lama sekali ternyata. Mungkin dia pernah berdiri di tengah hujan, toh karena faktor kehujanan.

    "Masa kecil kurang bahagia ya?" ledek Dania tapi dia malah ikut-ikutan melakukan kegiatan yang sama seperti Grinda.

    "Kayak sinetron, film drama picisan..." ucap Dania jijik. Grinda tertawa mendengar ucapan Dania.

    "Dann..pleasee deh, orang kamu juga ikut-ikutan juga kan?!" sindir Grinda. Dania hanya mengangkat bahu. Sesekali ditendangnya genangan air sehingga mengenai Grinda yang dibalas dengan perbuatan yang sama oleh Grinda. Mereka tertawa lepas, tidak sadar baju seragam SMA mereka sudah basah kuyup.Tidak sadar kegilaan yang telah dilakukan oleh gadis 17 tahun seperti mereka. Mereka hanya ingin bermain, mengulang sepenggal kenangan masa kecil yang pernah mereka rajut keindahannya.

    ***

    Wanita berumur 27 tahun terlihat sedang sibuk berkutat dengan laptopnya. Sesekali diteguknya kopi yang mungkin sudah mencapai gelas keempat. Selain laptop, tumpukan file-file sudah menggunung di depannya. Harus diselesaikan malam ini atau ocehan atasan akan menjadi sarapan paginya besok.

    Grinda menghembuskan nafas panjang. Dirinya lelah. Segera dihentikan aktivitasnya yang belum berhenti sedari tadi. Matanya sudah mengantuk memperhatikan layar laptopnya, lehernya sudah pegal karena belum istirahat sekalipun, dan perutnya sudah berteriak karena belum makan semenjak sore. Cukup. Kali ini dirinya harus refreshing sebentar.

    Dengan lemas Grinda melangkahkan kakinya kearah dapur. Memeriksa apa yang bisa dimakan. Tidak ada apapun tersisa. Di kulkas juga tidak ada bahan makanan pengenyang yang bisa dimakan. Grinda memutuskan membeli makanan di depan jalan rumahnya.

    Hujan. Malam itu hujan turun meskipun tidak lebat dan hanya gerimis yang cukup sering. Grinda mengambil payungnya dan berjalan pelan melewati jalan perumahan yang becek dan sepi karena hujan.

    Di tengah perjalannannya, Grinda teringat masa-masa gilanya saat SMA dulu. Meskipun dibilang sudah dewasa saat SMA, dia masih bisa melakukan hal gila. Melakukan apapun meskipun dia sadar usianya sudah 17 tahun. Itu sudah lama, sepuluh tahun yang lalu. Grinda meringis, merasakan sisa-sisa kesenangannya.

    Karena berjalan dengan lambat Grinda tidak sampai-sampai keujung jalan. Hawa dingin merasuk memasuki jaketnya. Meskipun jaketnya tebal masih saja dingin itu merayap menembus tulang. Grinda mempercepat langkahnya. Namun, dia merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Grinda semakin mempercepat langkahnya dan tidak berani menoleh kebelakang.

    Grinda memang takut hantu, namun tidak mungkin pukul tujuh begini ada hal semacam itu. Perampoklah yang ada di pikirannya. Grinda mempercepat langkah setengah berlari. Orang di belakangnya tidak mau kalah dan terus mengejar Grinda. Secepatnya Grinda berlari akhirnya orang itu berhasil meraih pundak Grinda dan menghentikannya. Grinda menoleh dengan wajah takut-takut.

    Orang itu tertunduk dengan nafas tersengal-sengal. Wajahnya tertutup capuchon coklatnya.

    "Maa..maaf, saya tidak punya banyak uang.." ucap Grinda terbata-bata. Orang itu tertawa. Suara wanita. Wanita itu kemudian membuka tudung capuchon dengan tangannya. Grinda kaget melihat siapa gerangan yang dilihatnya. Wanita itu tersenyum, meskipun sudah sepuluh tahun, wajah itu tetap wajah yang diingat Grinda. Apalagi saat ini hujan, hujan membuat Grinda selalu mengingat wajah itu.

    "Daniaaa...apaan sih!! Kok kamu bisa di sini?" teriak Grinda histeris.

    "Haha, masa sekretaris perusahaan ternama gak punya uang sih?" goda Dania. Grinda tersenyum senang melihat sahabatnya. Sudah lama mereka tidak bertemu semenjak Dania memutuskan meneruskan studinya di Singapore. Kali ini mereka bertemu lagi di tengah hujan yang mengingatkan Grinda akan masa-masa gila mereka di SMA dulu.

    "Yahh..sekretaris perusahaan ternamaaa..." ucap Grinda lirih.
    "Eh, jadi lemes gitu. Kamu ngapain Grin malem-malem gini jalan sendirian?"

    "Cari makan." jawab Grinda memelas sambil memegang perutnya.

    "Oh, kirain. Yaudah ayo balik kerumah kamu aja." Dania menggandeng tangan Grinda dan membawanya berbalik arah.

    "Ehh, dirumah gak ada makanan Dann.."

    "Haha, tenang, aku udah sediain peralatan 'perang' di mobil. Cukup buat kita gegosipan sampe malem. Hehe."

    "Sorry ya, habis aku nggak tau kamu bakalan balik sekarang, setelah menghilang.."

    Dania mengangguk-angguk. Dalam perjalanan terbesit ide gila di otaknya. "Grin.."

    "Hmm..."

    "Gimana kalau kita hujan-hujanan dulu. Mumpung gak begitu deras, ayolah..udah lama gak buat hal gila.." ajak Dania. Grinda menggeleng. Mau cari mati kalau hujan-hujan malam ini, tugasnya masih menumpuk.

    "Tugas ngantor numpuk Dann.." keluh Grinda. Dania menghentikan jalannya yang otomatis membuat Grinda juga berhenti. Grinda menoleh kearah Dania yang ternyata sudah melipat payungnya dan membuka jaket coklatnya. Grinda tersenyum melihat kelakuan sahabatnya itu.

    "Ayo Grinn..udah lama kita nggak seseruan kayak giniii.." Dania berputar-putar menyambut gerimis hujan tidak peduli blouse yang dipakainya sudah basah.

    "Kayak sinetron, film drama picisan.." Grinda mengulang ucapan Dania dulu kemudian bergabung menikmati tetesan hujan dan melepas lelahnya. Sungguh menyenangkan, Grinda tidak pernah lagi merasakan sensasi memori masa kecilnya, perbuatan gila saat SMA.

    Grinda dan Dania berjalan menuju rumah Grinda sambil menikmati hujan dan saling bertukar cerita mereka masing-masing. Perjumpaan sahabat yang sudah lama terpisah jarak dan waktu. Saling berbagi kesenangan dan cerita di tengah hujan yang mengingatkan mereka akan masa SMA terdahulu. Sungguh indah masa SMA, terasa manis, tanpa beban. Tidak ada lelah berarti karena hal gila masih bisa menggantikan lelah yang ada.

    "So..gimana kabarnya si bos? Katanya kamu kerja di kantor si Andra? Katanya kamu sekretaris dia? Ketemu tiap hari doooongg..wooowww.." goda Dania.

    "Dania apaan sih, dia bos aku tau! Bukan teman SMA yang dulu dipuja-puja."

    "Alah, alesan. Bilang aja seneng gitu. Haha.."
    "Kamu sendiri? Ngapain ikut-ikutan si Dio milih kuliah di Singapore? Buang-buang duit aja!" ledek Grinda.

    "Woo, ngalihin topik, bilang aja deh kalau udah kalah. Hehe.."

    "Daniaaa..udah deh, bilang aja kalau nggak bisa jawab." sindir Grinda.

    "Eh, sorry ya. AKu kuliah di sana karena papa yang nyuruh!" ucap Dania yakin.

    "Oh yeah? Masa? Papa yang menyuruh atas paksaan Dania.." ledek Grinda.

    "Grindaaaa...awas kamu ya!!" Dania akan melayangkan jitakannya kearah kepala Grinda. Sebelum mengenai kepala Grinda, si empunya kepala sudah lari terlebih dahulu. Mereka berdua akhirnya berlarian di tengah hujan. Tidak ingat bahwa mereka sudah menjadi wanita dewasa. Mereka hanya berlari dan tertawa, melepas semua penat yang mereka rasakan.

    ***

    "Grinda! Dania! Ayo kalian pulang. Sudah sore! Lagian ngapain kalian pakai acara hujan-hujanan segala! Kalian ini sudah kelas tiga SMA!!! Kayak anak TK aja!!" Suara Pak Nirto berlomba-lomba dengan suara hujan menggema di seluruh lapangan. Anak-anak yang masih ada di sekolah, yang tadinya tidak sadar ada dua orang siswa yang hujan-hujannan kini malah melihat kearah mereka.

    Grinda menatap Dania dengan senyum yang tertahan. Anak-anak yang masih ada di sekitar sekolah kini mulai mengejek dan menertawakan mereka.

    "Dasar anak TK!!!" teriak cowok di depan ruang kelas IPA 7.

    "Dasar MKKB..Masa Kecil Kurang Bahagia!!!" teriak seseorang entah darimana.

    Grinda dan Dania hanya tertawa mendengarnya. Mereka berdua sudah memutuskan urat malu mereka untuk saat ini. Hanya kebahagian dan kepuasan yang ada dalam hati mereka. Sebuah tindakan sederhana yang mengingatkan mereka akan masa kecil tanpa beban yang ingin sekali mereka rasakan. Tidak ada rasa pura-pura, tidak ada rasa malu, yang ada hanyalah keinginan tulus dan polos dari anak-anak yang ingin bermain-main di tengah indahnya hujan.

    Rabu, 13 Juli 2011

    Bitter Side of 'Girl-Boy' Friendship

    Arlon memandang Citra dengan tatapannya yang selalu sama.

    Tidak pernah berubah caranya memandang Citra yang selalu sempurna di matanya, tidak ada yang berubah sama sekali selama mereka bersahabat sejak 10 tahun lalu. Citra yang semakin dewasa menjadi remaja cantik yang disukai banyak cowok di sekolahnya pun tidak pernah berubah di matanya. Tetap Citra-nya yang seperti itu, seperti sepuluh tahun lalu yang masih perlu dilindungi, masih rapuh, dan tetap menjadi peri kecilnya.

    "Arlon, kamu dengerin aku ngomong gak sih?" Citra melambai-lambaikan tangannya di depan muka Arlon yang masih terdiam memandang Citra. "Arlon!!"

    "Hah, iya-iya Tra, apaan?" Arlon mencoba tersenyum, mencoba menghilangkan rasa malu di depan sahabat kecilnya. Citra hanya melongos kesal menyadari Arlon yang sedari tadi melongo entah memikirkan apa.

    "Arlooonnn, aku tuh udah cerita panjang lebar dari tadi. Kamu dengerin dong! Capek nih ngulang lagi.." Arlon tersenyum yang dibalas dengan decakan kesal Citra.

    "So, tadi kenapa si Dafi?" tanya Arlon.

    "Ya.. gitu deh, kita long distance, Dafi kuliah di Surabaya dan aku sekolah di Malang. Tapi Dafi usahakan setiap minggu pulang..ya kalau dia nggak capek gitu deh..."

    "Kenapa harus Dafi?" celetuk Arlon tiba-tiba, tidak sengaja. Arlon menyesal kata-kata itu keluar dari mulutnya. Dia memberanikan diri memandang Citra yang tengah melongo melihatnya.

    "Arloooonnn...udah deh, mulai, mulai anehnya.."

    "Memang apa yang ada di Dafi yang kamu suka?" tanya Arlon datar tapi ucapannya membuat Citra senyam-senyum sendiri.

    "Apa ya? Kalau suka orang sih kita nggak bakal tau alasan, Lon. Kita nggak tau kenapa tiba-tiba suka. Ya, semacam sihir, magic. Makannya, kamu suka dong sama cewek..hehe.."

    Arlon mendengus bosan mendengarkan perkataan sahabatnya. Citra hanya tertawa melihat tingkah laku Arlon yang memang selalu aneh jika membicarakan tentang cinta.

    "Emang, cewek macam gimana yang kamu suka, Lon? Kok kayaknya dari semua cewek yang ada, yang biasa aja sampai yang secantik Kiara nggak ada yang kamu toleh sejak SMP?" Citra memandang Arlon dengan wajah ingin tahu, berusaha mengulik informasi yang jarang disinggung Arlon selama mereka bersahabat.

    "Hmm..ya..yang penting cewek deh. Cantik kan relatif, Tra.." Arlon menjawab singkat tapi hatinya tengah menulis siapa yang tengah dia kriteriakan. Citra mengangguk-angguk paham.

    "Kayaknya harus ada biro pencarian pacar buat kamu, Lon. Hehe, bercanda. Habisnya, ntar kamu dikira homo ama orang-orang.." canda Citra yang membuat Arlon mendelik kaget. Arlon dengan segera menimpuk kepala Citra dengan tangannya pelan.

    "Dasar...."

    ***

    "Thanks Lon udah ditraktir. Hehe, sering-sering yaa.." ucap Citra ketika mereka sudah sampai di depan pagar rumah Citra.

    "Maunya. Yaudah, masuk sana, ntar dicariin lagi."

    "Oke, sekali lagi thanks ya, Loonn.." Arlon menjawab ucapan Citra dengan anggukan. Citra berjalan memasuki rumahnya dan Arlon melihat setiap langkah Citra hingga akhirnya Citra masuk kedalam rumahnya. Arlon menunduk kemudian menghembuskan rasa lelah yang disimpannya.

    "Cewek yang aku suka itu, Tra, yang aku kenal semenjak aku berumur tujuh tahun. Cewek yang rapuh sehingga harus selalu dilindungi, cewek yang selalu meminta bantuanku, cewek yang selalu menjadi teman bertengkar selama ini. Cewek yang selalu aku antarkan sepulang sekolah, cewek yang selalu menjadi sahabatku. Menjadi sahabat, tidak lebih.Dialah orang yang aku suka, Tra.." ucap Arlon -- tiba-tiba -- lirih.

    Dalam keheningan Arlon menutup helmya dan menyalakan motornya. Dengan perlahan dia meninggalkan pelataran rumah Citra. Dirinya bebas karena telah mengucapkan apa yang ingin diucapkannya. Meski hanya dirinya dan Tuhan yang tahu dia tidak peduli. Arlon hanya merasa dirinya senang dan puas kata-kata itu telah terucap dari mulutnya.

    Bukan Hanya Dia

    Dia selalu menganggap semua baik-baik saja
    Dia selalu menganggap temannya baik-baik saja
    Tapi dia tak pernah menganggap
    Teman yang lainnya baik-baik saja

    Ketika seorang menangis karenanya
    Dia hanya berkata, "Berhentilah"
    Dan ketika seseorang itu menanyakan, "Kenapa?"
    Dia hanya menjawab, "Aku ingin temanku baik-baik saja"
    Seseorang itu menagis melihatnya
    Melihat ketulusan yang terpancar diwajahnya
    Melihat betapa baiknya dia..

    Namun tidak sepenuhnya
    Apakah dia sadar hanya mereka saja yang menangis?
    Apakah dia akan meninggalkan sepenggal manis cerita lain?
    Cerita tawa, canda, dan kesedihan yang sudah terlukis selama ini?
    Hanya teman-temannya yang menangis
    Hanya teman-teman yang ada disekitarnya saja
    yang dia tahu
    Teman yang lain hanyalah abu-abu dan tak terlihat

    Tahukah dia bahwa bukan hanya dia yang menangis?
    Tahukah dia bahwa semuanya menangis?
    Tahukah dia bahwa ada yang lebih menangis daripada
    dia dan semuanya...
    Karena dia hanyalah orang biasa
    Terbutakan oleh pandangan semata
    Karena dia hanyalah orang biasa
    Yang tak mampu melihat lukisan mata realita
    Karena dia hanyalah orang biasa
    Yang tak mampu mengetahui kenyataan bahwa
    Bukan hanya dia yang menangis...

    Selasa, 12 Juli 2011

    Arti Sebuah Lagu

    “Apa sih arti sebuah lagu di mata Alul?”

    Alul selama ini mendengarkan sebuah lagu karena lagunya memang enak didengar atau sekedar sedang hits. Tidak jarang juga karena lagu itu seromantis lagu-lagu milik Secondhand Serenade atau futuristic ala Owl City. Bahkan lagu-lagu musisi Indonesia yang dinyanyikan oleh pengamen lampu merah juga membuatnya suka –karena sering didengarnya. Tapi Alul sama sekali tidak ingin melihat lebih jauh untuk sekedar memahami maksud sang musisi menciptakan lagu.

    Sampai akhirnya seseorang bercerita kepadanya di suatu siang. Memanjakan telinga Alul dengan lagu yang tidak pernah dipahaminya. Orang tersebut yang memberikan sentuhan tersendiri hingga Alul memahami makna sebuah lagu.

    Hanan : Kamu mirip banget kisahnya sama lagu favoritku. Hehehe.

    Alul : Hah? Kok bisa?

    Hanan : Bisalah. Dibilang mirip gak percaya.

    Alul : Hehehe.keren banget ya kisahku bisa mirip lagu.

    Hanan : Betul itu.

    Alul : Miripnya gimana? Emangnya lagu apaan?

    Hanan : The Script. The Man Who Can’t Be Moved. Lumayan jadul sih lagunya. Ya..miripnya ada sih dikit. Tapi aku sendiri yang ngarang dan nyama-nyamain. Totalannya sih gak begitu sama. Tapi, Lucu ya bisa kebetulan.

    Alul : Kayak gimana sih?

    Hanan : Menurut cerita yang kubuat…kamu jatuh hati ke cewek dan gakbisa ngelupain dia. Terus ngarepin dia meski dia bahkan nggak peduliin kamu. Meski dia ninggalin kamu. Dan kamu tetep setia di titik manapun buat nungguin dia. Berharap dia akan bilang kamu kalau dia akhirnya ngerasain hal yang sama. Kamu tetep setia nunggu meskipun dia udah bikin kamu sakit. Setiaaaa gitu deh kesimpulannya. Simple kan. Tapi kamu nggak pernah tau.

    Alul : Hmm..mungkin iya. Hei, kamu bisa nemu aja bagian kehidupanku yang itu.

    Hanan : Karena mungkin ada bagian dirimu yang mudah sekali untuk ditebak. Lagipula sudah berapa lama kita berteman? Berapa lama juga nama Tila selalu kudengar di setiap ceritamu?

    Alul : Hehe.Oh, saya mengerti Hanan Sang Penerjemah Lagu. Jadi, kalau aku si The Script yang malang di lagu, Tila si ceweknya?

    Hanan : Ya, begitulah. Makannya, kalau dengerin lagu dipahami, lagu itu diciptakan karena memiliki arti tersendiri, Lul.

    Alul : Gitu ya?

    Hanan : Iya.

    Alul : Hmm..iya juga..

    Hanan : Gak keren ah!

    Alul : Dasar. Emang sampe segitunya ya?! Aku yang gak paham arti lagu atau kamu aja cowok melankolis? Pujangga?

    Hanan : Kayaknya opsi pertama yang aku pilih.

    Alul tersenyum mengingat ucapan teman sebangkunya – Hanan. Kalau dipikir-pikir benar juga ucapan Hanan. Seolah teringat percakapannya siang itu dengan Hanan, Alul mulai memutar lagu favorit Hanan. Suara serak dan merdu Danny O’Donoghue mulai mengalum dari mp3 di HP-nya. Alul tersenyum, berusaha menggabungkan kisahnya dengan lagu ini. Hasilnya, semua hipotesis yang diberikan Hanan adalah benar. Lagu ini mirip kisahnya. Alul mendengarkan dengan tenang, saat lagu berhenti Alul memainkannya lagi dan lagi. Sebuah lagu memang untuk dirasakan dan Alul berusaha untuk menjadi penikmat yang tidak hanya mengagumi ketenaran sang musisi atau hitsnya. Namun, karena misi sang musisi yang menitipkan arti di balik lagunya.

    Rabu, 06 Juli 2011

    Edisi Ala Farah Quinn

    Saya, kakak, dan adik saya sedang bosan-bosannya liburan. Tidak ada makanan enak, tidak punya TV kabel, dan alhasil leyeh-leyeh di rumah menikmati semua stasiun TV swasta mendengarkan acara musik --berharap banget punya MTV-- yang selalu aja nayangin lagunya ST 12. Akhirnya, saking pingin banget, kami bertiga berniat memasak beberapa minggu lalu. Serius deh, itu karena kemarin malamnya habis nonton Master Chef. Langsung saja kami melongok apa yang ada di dapur : Pisang supergede ( dikasih teman kakak saya ), Mentega. Kesimpulannya kami membuat pisang goreng mentega. Dengan merogoh kocek sedikit kami membeli keju dan susu kental manis.

    Resep ala 3 bersaudara
    Bahan:
    1) Pisang yang buat pisang goreng
    2) Keju--saran saya quick melt
    3) Susu kental manis

    Cara membuat:
    1) Pisang pastinya dikupas dulu dari kulitnya.
    2) Panasin mentega lalu goreng pisangnya. Lebih enak lagi kalau menteganya dicampur keju yang quick melt (Dibiarkan dulu keju dan mentega jadi karamel baru pisangnya dimasukkin).
    3) Kalau udah kecoklatan agak gosong seperti pisang bakar angkat. Kalau sebelumnya belum dikasih keju, taburin pakai keju parut atau craft single yang udah dipotong dadu. Lalu kasih susu kental manis di atasnya. Kalau malas ribet pakai keju dan susu, pakai aja susu rasa keju yang sekarang udah ada di pasaran.
    4) Siap dinikmati apalagi ditemani kopi susu atau teh. Yummy.

    Image and video hosting by TinyPic
    Image and video hosting by TinyPic
    Image and video hosting by TinyPic
    Image and video hosting by TinyPic

    Selasa, 05 Juli 2011

    Duo China :) dan Saya yang Jawa :(

    Hari ini saya menghabiskan waktu lunch bersama dua orang teman saya yang sama-sama chinese. Niken yang emang chinese-indo dan Mawar yang juga chinese :p. Menghabiskan waktu makan burger raksasa di Burger Buto daerah Sarangan. Nice place and we totally love this place. Delicious foods and beverages with cozy atmosphere. Tapi, waktu saya enak makan sama kedua teman saya, kami dimanjakan oleh sentuhan lagu Kangen Band. Yeah, no offense. :(

    Image and video hosting by TinyPic
    Image and video hosting by TinyPic
    Image and video hosting by TinyPic
    Image and video hosting by TinyPic
    Image and video hosting by TinyPic
    Image and video hosting by TinyPic
    Image and video hosting by TinyPic

    daaan, setelah saya makan saya melancong ke Gramedia, tapi sayang sampai disana uang saya pas banget di dompet, akhirnya pulang dengan tangan hampa dan mampir ke McD beli Choco Float. Worth it lahhh.. :P

    Image and video hosting by TinyPic
    sluuuurrrppp!! :p

    10 Hal Tentang Saya (Masih Berlaku gak ya?)

    Saya :)
    1. Saya adalah anak tengah yang dianak tirikan oleh kedua saudara saya yang kejam. :). Saya yang cinta sekali dengan UI sampai hampir gila (alay), saya yang sayang sekali kepada ibu. :")
    2. Pingin banget sekolah intelejen, tapi gak kesampaian. Padahal keren banget berasa seperti FBI atau ikutan syuting CSI :)
    3. Heartless. Saya tidak tahu definisi sebenarnya heartless sih,tapi anggap aja saya tidak punya hati :(. Tapi, sebenarnya saya orang yang baik :)
    4. Pingin nonton konser band barat deh. Pingin ngerasain loncat-loncat di konser.
    5. Childish, Spoiled Little Brat. :(
    6. Tipe orang yang koneknya lumayan lama, hehe
    7. Saya suka banget baca. Apapun bisa saya 'lahap' dalam waktu singkat. Buku memang jendela dunia bagi saya :)
    8. Moody dan bukan orang basa-basi. Ehm, terkadang hal ini membuat orang lain sakit hati. :(. Oleh karena itu saya adalah orang yang seperti di poin 3.
    9. Saya pingin banget jadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata seperti Bapak Ir. Jero Wacik. Hehe,semoga cita-cita saya kesampaian. Amin. :)
    10. NARSIS. Mungkin saya memang titisan dewa Narciscus,Narsiscus? Ah,saya lupa namanya. Hehe,yang jelas saya memang bersyukur dengan apa yang saya punya, tapi berlebihan. hehe :)

    p.s: Diovin, awardnya saya belum paham. tapi saya tulis saja 10 hal tentang saya. hehe, makasih ya :)

    Jumat, 01 Juli 2011

    Welcome Freshman

    whoa,congratulation for all my friends who accepted in university this year. and i wish this year will be the greatest year for us. being a university student isn't as simple as being senior high student. we've to face individualistic world when yours is yours,mine is mine. maybe that is just a paradigm, but it'll be a good thing if we prepare everything well. this year maybe will be the hardest year for me because i've to leave hometown for university. so far away from family and old friends. but, i've to struggle and effort. hmm,seems like leaving for a looooong time but i'm sure it'll be better there after found new friends. :)

    p.s: preparing for ept (english proficiency test) two months later,i read grammar,grammar,and grammar. studying grammar with my bro and sist. kinda interesting activity. i'm afraid with grammar yet my grandpa's grammar book helps me lot solving my problem. bismillah. InsyaAllah bisa. :p